Malang, liputanmu – Desa Patokpicis, salah satu desa paling timur di Kabupaten Malang, menjadi sorotan dalam upaya pencegahan perkawinan anak melalui kunjungan penting yang melibatkan berbagai pemangku kepentingan.
Pemerintah Kanada, UNICEF, dan LPA Jawa Timur bersama perwakilan OPD, serta anak-anak desa yang terlibat di Forum Anak dan Genre, berkumpul untuk membahas tantangan serius yang dihadapi desanya, terutama terkait dengan perkawinan anak dan pendidikan.
Sebelum kunjungan ke Desa Patok Picis Kecamatan Wajak Kabupaten Malang, Kedutaan Kanada menghadiri dan terlibat diskusi di kegiatan Lokakarya Penyusunan SOP dan Jalur Rujukan Pencegahan dan Penanganan Perkawinan Anak di Kabupaten Malang.
Teguh Kepala Desa Patokpicis, dalam sambutannya menegaskan tantangan besar yang dihadapi desanya, mulai dari masalah pendidikan hingga ekonomi yang minim, Selasa (22/10/2024).
“Desa ini memiliki sekitar 6.200 penduduk, mayoritas adalah petani sayur, buruh tani, dan pekerja tambang pasir. Anak-anak di sini menghadapi tantangan besar, dengan jarak sekolah yang jauh dan keterbatasan ekonomi, banyak dari mereka terpaksa putus sekolah dan akhirnya dinikahkan pada usia muda,” ujar Bapak Teguh.
Desa Patokpicis memiliki keterbatasan fasilitas, termasuk minimnya organisasi yang bisa mengarahkan pemuda ke aktivitas positif, seperti olahraga. Banyak anak terjebak dalam pergaulan bebas yang mengarah pada kehamilan di luar nikah, yang kemudian menjadi alasan utama terjadinya perkawinan anak.
Budi sekretaris Camat Wajak, dalam sambutannya, juga menyoroti masalah stunting yang sering kali menjadi konsekuensi dari perkawinan anak.
“Perkawinan anak bisa memicu stunting jika tidak ada kesiapsiagaan dalam pencegahan. Untuk itu, diperlukan kolaborasi lintas sektor yang kuat, mulai dari sosialisasi hingga penanganan yang tepat,” ujarnya.
Sekretaris Camat juga menekankan “Jangan menyalahkan salah satu pihak: anak, orang tua, maupun masyarakatnya karena ini tugas kita bersama untuk mewujudkan desa ramah anak dan desa nol perkawinan anak”.
Pemerintah Kanada yang diwakili oleh Ibu Susanne dari Kedutaan Kanada, menyampaikan pendekatan yang dilakukan di negaranya terkait perkawinan anak.
Ia menjelaskan bahwa kasus perkawinan anak sangat jarang terjadi di Kanada, dan jika pun ada, akan ditangani oleh pekerja sosial yang bekerja sama dengan orang tua dan pengacara.
Dalam sesi dialog, ia menekankan bahwa pendidikan adalah kunci untuk memutus siklus perkawinan anak. “Solusi terbaik adalah melanjutkan pendidikan. Di Kanada, anak-anak jarang menikah dini karena budaya dan tingkat pendidikan yang berbeda,” ungkapnya.
Anak-anak dari Desa Patokpicis juga berbagi pandangan mereka selama dialog dengan UNICEF dan Pemerintah Kanada. Mereka menyampaikan keinginan untuk memiliki fasilitas yang lebih baik dan kesempatan untuk terus bersekolah.
Salah satu anak mengungkapkan, “Saya berharap tidak ada lagi anak yang putus sekolah karena salah pergaulan atau kurangnya biaya. Semoga perkawinan di bawah umur tidak terjadi lagi di desa kami,” katanya.
Dalam sesi diskusi, anak-anak juga mengajukan pertanyaan terkait pernikahan anak di Kanada dan bagaimana pemerintah di sana menangani masalah pergaulan bebas serta kecanduan alkohol.
Susanne menjelaskan bahwa di Kanada, masalah utama yang dihadapi remaja lebih kepada kecanduan obat-obatan dan alkohol, serta obesitas, berbeda dengan isu stunting dan perkawinan anak yang menjadi perhatian di Indonesia.
Kunjungan ini memberikan harapan baru bagi anak-anak dan pemuda di Desa Patokpicis. Dengan sosialisasi yang berkelanjutan, dukungan dari berbagai pihak, dan kesadaran yang meningkat, diharapkan angka perkawinan anak di desa ini bisa ditekan hingga nol persen.
Seperti yang disampaikan oleh salah satu anak desa, “Semoga fasilitas di Patokpicis segera terpenuhi, dan tidak ada lagi anak yang putus sekolah. Kami ingin masa depan yang lebih cerah,” tutupnya.
Kegiatan ini menunjukkan bahwa kerja sama lintas negara, seperti yang dilakukan oleh Pemerintah Kanada dan UNICEF, dapat memberikan dampak besar dalam memutus rantai masalah sosial yang kompleks seperti perkawinan anak. (Reza)