Kecerdasan Emosional Sebagai Pilar dalam Pendidikan
Oleh Agasraya Pangudi Luhur, M.Psi.
Psikolog dan Ketua Majelis Pendidikan Kader dan Sumber Daya Insani (MPKSDI) Pimpinan Cabang Muhammadiyah Wonokromo
Apa yang sebenarnya membuat seseorang berhasil? Apakah itu nilai akademis yang tinggi, gelar yang merenteng, atau IQ yang super tinggi? Mungkin iya, namun ada aspek kunci yang seringnya terlupakan yakni Kecerdasan Emosional (EQ).
Why EQ?
Bayangkan terdapat dua siswa. Satu dengan nilai sempurna dalam ujian, dan yang satu lagi tidak terlalu berada di peringkat atas, tetapi memiliki kemampuan luar biasa untuk berhubungan dengan orang lain. Siapa yang lebih siap untuk menghadapi tantangan hidup? Siapa yang akan lebih mudah dalam membangun jaringan, membina hubungan, dan menemukan kepuasan hidup? Jawabannya jelas yaitu siswa yang memiliki kecerdasan emosional.
Kecerdasan emosional bukan hanya tentang memahami diri sendiri, tetapi juga tentang memahami orang lain. Kecerdasan emosional bisa diartikan seperti empati, komunikasi, dan kemampuan untuk bekerja sama. Pada dunia yang saling terhubung seperti sekarang, kecerdasan emosional menjadi keterampilan kunci yang harus ditumbuhkan. Ditengah perubahan yang cepat dan tantangan yang kompleks, kemampuan untuk menavigasi emosi kita dan emosi orang lain adalah yang menentukan antara yang sukses dan yang tidak.
Daniel Goleman lewat karyanya, buku dengan judul “Emotional Intellegence” yang diterbitkan tahun 1995 telah mematahkan argumen bahwa ukuran kesuksesan tidak ditentukan oleh IQ, namun EQ lah yang menjadi indikator lebih baik untuk menentukan kesuksesan ketimbang IQ. Sebagaimana ditunjukkan oleh Goleman, kerugian akibat rendahnya kecerdasan emosional dapat berkisar dari sulitnya menjalin komunikasi, membangun hubungan, sulit dalam mengelola emosi, sulit mengambil keputusan, hingga ke buruknya kesehatan jasmani.
Dalam lingkup pendidikan rendahnya kecerdasan emosional juga dapat berdampak pada perkembangan akademis dan sosial siswa, akibatnya siswa merasa sulit dalam menjalin komunikasi dan kerjasama, merasa terisolasi, kurang termotivasi dalam belajar, dan sulit untuk bangkit paska mengalami kegagalan.
Menanam benih kecerdasan emosional dalam pendidikan, layaknya sebuah tanaman, kecerdasan emosional juga perlu untuk ditanam, ditumbuhkan, dan dirawat. Kecerdasan emosional harus ditanamkan sejak dini dan dirawat secara berkelanjutan dalam lingkungan pendidikan, adapun upaya yang dapat dilakukan adalah dengan membuat lingkungan yang mendukung untuk tumbuh suburnya kecerdasan emosional.
Pengajaran keterampilan emosional dapat dilakukan dengan memasukkan kurikulum yang mengajarkan siswa tentang kesadaran diri, pengelolaan emosi, empati, dan keterampilan sosial. Dengan cara ini siswa belajar untuk mengenali dan memahami emosi mereka sendiri serta emosi orang lain. Metode yang digunakan dapat beragam, seperti melalui dongeng, musik, bermain peran, ataupun yang lainnya.
Melaksanakan pembelajaran dengan aktivitas kolaboratif juga dapat membantu meningkatkan kecerdasan emosional. Menggunakan kegiatan kelompok dalam pembelajaran dapat membantu siswa belajar bekerja sama dan menghargai pendapat orang lain. Melalui proyek kolaboratif, siswa dapat mengembangkan kemampuan untuk berkomunikasi, bernegosiasi, dan menyelesaikan konflik.
Selain itu, mengajak siswa untuk melakukan refleksi diri secara teratur juga dapat membantu siswa memahami perasaan dan reaksi mereka. Kegiatan seperti jurnal emosi atau diskusi kelompok kecil dapat memberikan ruang bagi siswa untuk mengeksplorasi dan mendiskusikan pengalaman emosional mereka.
Demikian jelaslah, banyak sekali kebermanfaatan dari kecerdasan emosional yang akan banyak menangani berbagai permasalahan dalam hidup. Maka dengan menanamkan dan merawat kecerdasan emosional sejak dini dalam pendidikan, kita tidak hanya mempersiapkan siswa untuk mencapai prestasi akademis, tetapi juga membekali mereka dengan keterampilan yang akan membentuk karakter dan kebahagiaan mereka sepanjang hidup.
Bayangkan generasi mendatang yang tidak hanya cerdas dalam bidang akademik, tetapi juga mampu berempati, berkolaborasi, dan beradaptasi dengan baik dalam berbagai situasi. Ketika kecerdasan emosional menjadi bagian integral dari pendidikan, kita menciptakan individu yang tidak hanya siap menghadapi tantangan, tetapi juga berkontribusi secara positif kepada masyarakat.