Inspirasi Kehidupan : Muhammadiyah Ethics
(Satu Setengah Periode Menjabat Ketua PDM, sekarang ‘Melorot’ sebagai Korbid Tabligh dan Dakwah Komunitas)
Oleh Ustadz Nurbani Yusuf
(Komunitas Padhang Makhsyar)
Sambil merangkap jabatan menjadi Ketua Ranting dan Ketua Takmir masjid Banyu Bening, dua masjid yang barusan saya wakafkan.
Muhammadiyah Memang Unik
Naik dan turun jabatan bukan sesuatu yang harus dibanggakan atau aib yang harus ditutupi. Biasa saja dan simple sekali. Orang Muhammadiyah itu sahaja dan sederhana.
Mungkin ini yang bikin tetap eksis bertahan dengan amal usaha berjibun. Beratus bahkan beribu orang rela menyerahkan harta, pikiran dan tenaganya untuk menggerakkan persyarikatan.
Rapat dari siang dan malam hingga larut. Bawa bekal sendiri kue sendiri nasi dan lauk sendiri di makan kembul tanpa ribet.
Ada puluhan bahkan ratusan pejabat Muhammadiyah dari pusat hingga ranting terbawah setelah menjabat tak segan menjadi jamaah biasa, shalat jamaah bersama, mendengar pengajian d mushala atau masjid terdekat, makan bersama urunan juga tetap bersama. Tak ada power sindrom.
Di Muhammadiyah tak ada kelas sosial : tak ada habib, wali karomah, ajengan atau apapun sebutannya. Semua sama, setara tidak membedakan. Yang paling mulia di antara kami adalah yang paling bertaqwa. Prinsip ini dibawa hingga persyarikatan.
Di rumah di mana saya tinggal. Tiga malam berturut, termasuk Malam ini kami berkumpul hingga larut banyak hal dibahas mulai dari berita gembira hingga beberapa masalah yang harus diselesaikan dengan penuh seksama dan khidmat
Kang Sunardi sudah sepakat :“Rumah dan tanahnya diwakafkan separo, separonya lagi dijual dengan harga biasa dengan durasi pembayaran dua tahun. Rencana saya dan keluarga akan dibangun gedung TPQ dan home stay syariah”.
Hasil musyawarah kemarin, Kang Darmaji sedang bermusyawarah dengan keluarganya tentang kemungkinan tanahnya seluas 3000 m2 dijual ke Muhammadiyah buat pengembangan Sekolah dan Masjid.
Pembebasan lahan untuk pembangunan gedung Aisyiyah Senior Care sudah selesai tahap pertama. Uang muka 200 juta sudah diserahkan. 700 juta Sisanya dibayar enam bulan kemudian. Skema pembayaran sedang disiapkan termasuk kemungkinan pinjam di bank syariah dengan jaminan tanah sawah dan rumah yang sekarang saya tempati.
Pak Siyono, dan Pak Hadi, dua takmir sepuh mengeluhkan tentang kaderisasi, masjid yang beliau kelola mengalami krisis, jamaahnya makin susut, pengurus ranting dan takmirnya tidak aktif.
Beberapa Masjid dan Mushala juga mengeluhkan tentang proses pemberhentian dan pengangkatan pengurus takmir, tidak jelas karena belum ada SOP. Pedoman dari PP dirasa masih umum, belum menyentuh teknis sehingga perlu ada musyawarah khusus tentang ke-Masjid-an.
Ibu-ibu Aisyiyah memberitakan, di Desa Sumberbrantas sudah ada tiga amal usaha lumayan : PAUD TK dan TPQ siswanya hampir dua ratusan tapi belum berdiri ranting. Di tempat lain sudah berdiri Ranting, tapi belum punya amal usaha.
Besuk pagi berencana mengantar Ibu-ibu Aisyiyah silaturrahim ke ndalem bu Wali dan Ibu Wawa yang kebetulan alumni UNMUH Malang, aktivis IMMawati yang terlupakan.
Di Muhammadiyah itu jika diurus akan banyak urusan, jika tidak di urus ya nggak ada apa apa, kakek saya pernah berkelakar:
Jadi Pimpinan Muhammadiyah itu ibarat kebo nantang pasangan. Alias cari masalah.
Tapi, jangan berprasangka macam-macam dulu.
Di Padhang Makhsyar hanya mendoakan, mewacanakan sesuai tupoksi, eksekutornya tetap Ranting dan Cabang.
Saya hanya kebagian mendoa dan menyiapkan domba atau ingkung buat selamaten, syukuran jika masalahnya rampung.