Belajar Tauhid Melalui Fenomena Angin
Oleh Ustadz Drs. Najih Ichsan
(Ahli Ilmu Tauhid)
Dalam Kajian Rutin Ahad Pagi Pencerah tentang Tauhid yang diadakan PCM Wonokromo pada Ahad pagi 29 September 2024, dengan pemateri Ustadz Najih Ichsan mengajak memahami tauhid melalui angin, salah satu fenomena alam ini mengajarkan kita tentang kebesaran Allah dan tanda-tanda kekuasaan-Nya, yang termanifestasikan dalam alam semesta. Angin, sebagai salah satu ciptaan Allah, memiliki perilaku yang dapat dijadikan sebagai khabar atau cemooh bagi manusia.
Pergantian siang dan malam, yang juga merupakan hasil dari pergerakan angin, menjadi tanda bagi orang-orang yang berakal untuk merenungi kebesaran Allah. Seperti yang disebutkan dalam Al-Qur’an surat Al-Hijr (15) ayat 22 :
Artinya :“Dan Kami telah meniupkan angin untuk mengawinkan (tumbuh-tumbuhan) dan Kami turunkan hujan dari langit, lalu Kami beri minum kamu dengan air itu, dan sekali-kali bukanlah kamu yang menyimpannya.”
Fungsi angin juga disitir dalam Al-Qur’an surat Fatir (35) ayat 9, yang menggambarkan bagaimana angin merupakan salah satu keajaiban ciptaan Allah yang harus kita renungkan dan syukuri.
Artinya :“Dan Allah-lah yang mengirimkan angin; lalu (angin itu) menggerakkan awan, maka Kami arahkan awan itu ke suatu negeri yang mati (tandus) lalu dengan hujan itu Kami hidupkan bumi setelah mati (kering). Seperti itulah kebangkitan itu.”
Namun demikian, dalam surat Yunus (10) ayat 22, Allah juga mengingatkan kita untuk tidak mencaci angin, karena segala ciptaan Allah memiliki kehendak-Nya sendiri yang patut dihormati dan disyukuri oleh manusia.
Artinya :“Dialah Tuhan yang menjadikan kamu dapat berjalan di daratan, (dan berlayar) di lautan. Sehingga ketika kamu berada di dalam kapal, dan meluncurlah (kapal) itu membawa mereka (orang-orang yang ada di dalamnya) dengan tiupan angin yang baik, dan mereka bergembira karenanya; tiba-tiba datanglah badai dan gelombang menimpanya dari segenap penjuru, dan mereka mengira telah terkepung (bahaya), maka mereka berdoa dengan tulus ikhlas kepada Allah semata. (Seraya berkata), “Sekiranya Engkau menyelamatkan kami dari (bahaya) ini, pasti kami termasuk orang-orang yang bersyukur.”
Cemoohan seperti “angin sial”, “angin keparat”, “angin sinting” dan yang semacamnya tak layak diucapkan bagi seorang muslim. Islam mengajarkan untuk merespon kejadian alam dengan kebaikan (cobaan) atau berdoa agar terhindar dari bencana.
Dengan memahami peran angin dan segala tanda kekuasaan Allah yang termanifestasikan melalui angin. Kita dapat semakin mendalami tauhid dan merenungi kebesaran-Nya dalam setiap peristiwa alam yang terjadi di sekitar kita.
Pada kesempatan ini juga Ustadz Najih juga memberi contoh kesalahan perilaku Tauhid yang sering terjadi di masyarakat.
Mengingkari Tauhid dengan mengatakan “kita selamat dan sampai tujuan tepat waktu karena sopirnya hebat” adalah sebuah kesalahan yang mendasar dalam pemahaman tentang keimanan kepada Allah. Pernyataan tersebut mencerminkan sikap yang lalai dan tidak menyadari bahwa segala yang terjadi di dunia ini adalah atas izin dan kehendak Allah.
Allah adalah Sang Maha Pencipta yang Maha Kuasa atas segala sesuatu. Dia lah yang mengatur segala urusan dan menentukan takdir setiap makhluk-Nya. Dalam Al-Qur’an, Allah menjelaskan bahwa tidak ada suatu musibah pun yang menimpa seseorang kecuali dengan izin-Nya.
Mengatakan bahwa kita selamat dan sampai tujuan tepat waktu karena sopirnya hebat adalah sebuah bentuk kesyirikan dalam Tauhid, yaitu meyakini bahwa keberhasilan atau keberuntungan datang dari selain Allah. Seharusnya kita bersyukur kepada Allah sebagai sumber segala keberhasilan dan perlindungan, bukan kepada manusia atau objek lain.
Kesalahan ini menggambarkan ketidakpahaman terhadap konsep Tauhid yang sejati, yaitu keyakinan bahwa hanya Allah yang berhak disembah dan hanya kepada-Nya kita meminta pertolongan serta perlindungan.
Semoga kita senantiasa diberikan hidayah untuk selalu mengakui kebesaran dan kekuasaan Allah dalam setiap aspek kehidupan kita, serta menjauhi segala bentuk kesyirikan dan kesalahan dalam memahami Tauhid.